magang.ekspresionline.com–Langit mendung sore itu menaungi kawasan kampus UNY. Di sekitar auditorium utama, barisan kendaraan terparkir rapat. Sejumlah mahasiswa tampak bergegas menuju motornya, berusaha menghindari hujan yang mulai menitik. Bagi mahasiswa PGSD, pemandangan semacam ini sudah menjadi keseharian mereka sejak gedung utama PGSD direnovasi dan seluruh kegiatan perkuliahan dipindahkan ke gedung Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNY.
Jarak antara gedung auditorium dan IKA memang tidak jauh, namun persoalan muncul ketika area parkir auditorium penuh. Banyak mahasiswa yang terpaksa memarkirkan kendaraan mereka di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), yang jaraknya cukup jauh jika harus ditempuh dengan berjalan kaki. Kondisi ini menjadi salah satu tantangan kecil yang mereka hadapi dalam keseharian kuliah di “rumah sementara” tersebut.
Memasuki area dalam gedung IKA, suasana terasa padat. Lorong-lorong dipenuhi mahasiswa yang duduk lesehan sambil mengerjakan tugas atau berdiskusi kelompok. Beberapa di antara mereka tampak mengenakan seragam hitam putih, khas mahasiswa PGSD. Aktivitas yang padat membuat suasana gedung terasa hidup, tetapi juga sesak. Meskipun begitu, semangat belajar tidak pernah surut.
Saskia Rayu, mahasiswi PGSD Angkatan 2024, menjadi salah satu yang merasakan langsung dinamika kuliah di gedung IKA. Ia mengaku cukup nyaman dengan kondisi gedung sementara itu, walaupun tidak menutup mata terhadap berbagai keterbatasan fasilitas yang ada.
“Kalau dibandingkan dengan gedung FIP, IKA lebih adem karena AC-nya berfungsi dengan baik. Tapi ada juga beberapa ruangan yang AC-nya rusak, jadi terasa panas. Toilet juga agak kurang nyaman karena sering dipakai, kadang baunya nyengat. Mushalla-nya juga terbatas,” ungkapnya.
Meski demikian, Saskia menilai perkuliahan tetap berjalan lancar. Ia tidak mengalami kesulitan dalam proses belajar, kecuali satu hal yang cukup mengganggu, yaitu jarak menuju kantin.
“Kalau mau jajan harus jalan jauh banget, kantinnya tidak ada di dekat gedung. Tapi kalau untuk parkir, sih, cukup dekat,” katanya sambil tersenyum.
Bagi Saskia, menempuh perkuliahan di gedung sementara bukanlah pengalaman yang mudah, namun tetap bisa dijalani dengan baik. Ia pun berharap renovasi gedung PGSD bisa segera selesai agar mahasiswa dapat kembali memiliki tempat belajar yang layak.
“Saya berharap gedungnya cepat selesai. Soalnya mahasiswa PGSD kan banyak, tapi nggak punya gedung sendiri. Jadi kayak terlantar gitu,” ujarnya lirih.
Cerita serupa datang dari Aprilia, mahasiswi PGSD angkatan 2025. Berbeda dengan Saskia yang merasakan kuliah di FIP, Aprilia sejak awal sudah menjalani semua perkuliahannya di gedung IKA. Ia mengaku bahwa ruang kelas di gedung tersebut cukup nyaman dan kondisinya baik. Namun, ada beberapa kendala teknis yang sering menghambat proses belajar.
“Proyektornya kadang drop, jadi nggak bisa dipakai. Kalau sudah begitu, biasanya kami harus minta bantuan bapak yang di lantai empat buat nyambungin ke laptop. Tapi selebihnya kelasnya enak dan adem,” jelasnya.
Bagi Aprilia, kenyamanan ruang kelas menjadi hal penting dalam menunjang semangat belajar. Meski beberapa fasilitas kadang bermasalah, ia tetap bersyukur karena suasana belajar di gedung sementara ini masih tergolong baik.
“Kalau soal kesulitan sih nggak ada. Infrastrukturnya cukup, kelasnya juga nyaman. Hanya saja, kantin jauh banget. Kantin FIP itu jauh dari sini, jadi kalau mau makan kadang harus naik kendaraan. Tapi untungnya di IKA ada kantin kejujuran kecil, lumayan buat beli minum atau camilan,” tambahnya.
Ia menilai, masalah jarak dan fasilitas mungkin terdengar sepele, tapi cukup berpengaruh dalam keseharian mahasiswa. “Kalau jam kuliah padat, kadang nggak sempat ke kantin, akhirnya cuma beli di vending machine atau bawa bekal sendiri,” ungkapnya sambil tertawa kecil.
Soal adaptasi, Aprilia mengaku tidak kesulitan. Karena jarak antara kos dan kampus tidak terlalu jauh, ia bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Namun, hal yang paling mengusik pikirannya adalah kekhawatiran akan ketidakpastian selesainya renovasi gedung PGSD.
“Sebenarnya seneng waktu tahu gedung PGSD direnovasi. Artinya nanti kita punya gedung baru, yang lebih bagus dan modern. Tapi semoga nggak molor lama, karena gedung IKA kan juga sebenarnya milik jurusan lain. Suatu saat, pasti mereka butuh ruangnya kembali,” katanya.
Harapan Aprilia sederhana: agar gedung baru nanti tidak hanya megah dari luar, tapi juga benar-benar nyaman digunakan.
“Gedungnya nanti jangan cuma bagus di luar, tapi juga fasilitas dalamnya harus diperhatikan. Kalau ruangan nyaman, fasilitas lengkap, mahasiswa pasti lebih semangat kuliah. Soalnya kadang gedung baru itu kelihatan keren, tapi di dalamnya masih banyak yang kurang,” tutur Aprilia.
Selain berbagi harapan, ia juga menitipkan pesan kecil untuk rekan-rekannya sesama mahasiswa PGSD.
“Semoga kita tetap menjaga kebersihan, buang sampah di tempatnya, dan tetap jujur, apalagi di kantin kejujuran. Kalau menemukan barang teman, sebaiknya dikembalikan. Hal-hal kecil seperti itu bisa bikin lingkungan belajar kita lebih baik,” katanya.
Kehidupan mahasiswa PGSD di gedung sementara menggambarkan ketahanan dan adaptasi dalam situasi yang terbatas. Meskipun fasilitas tidak sepenuhnya ideal dan jarak menuju fasilitas kampus lain sering kali menyulitkan, semangat belajar mereka tidak surut. Di tengah padatnya jadwal kuliah, ruang kelas yang sesekali panas, dan perjalanan panjang menuju kantin, para mahasiswa tetap menjalani hari-harinya dengan penuh kesabaran.
Gedung IKA bagi mereka bukan sekadar bangunan pengganti. Ia menjadi saksi bagaimana mahasiswa PGSD belajar beradaptasi, saling mendukung, dan membangun semangat kolektif untuk bertahan sementara waktu. Ada rasa lelah, tentu saja. Namun, lebih dari itu, ada pula kebanggaan tersendiri—bahwa mereka mampu bertahan, belajar, dan tetap berprestasi meski berada di ruang yang bukan sepenuhnya milik mereka.
Ketika renovasi gedung PGSD nantinya selesai, mungkin hal yang paling dirindukan bukan hanya fasilitas baru atau ruangan ber-AC yang lebih nyaman. Melainkan kenangan di lorong-lorong gedung IKA—tempat mereka pernah berjuang, tertawa, dan berbagi cerita di tengah keterbatasan. Karena di balik setiap bangku kuliah dan proyektor yang kadang rusak, tersimpan semangat mahasiswa yang tak pernah padam, semangat untuk terus belajar dan bertumbuh dimanapun mereka berada.

Area parkir mahasiswa PGSD di auditorium yang penuh. Banyak mahasiswa yang terpaksa memarkirkan kendaraan mereka di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP).
Foto oleh Ulya/EKSPRESI.

Terlihat Gedung IKA UNY yang merupakan gedung sementara mahasiswa PGSD karena gedung mereka masih dalam tahap renovasi.
Foto oleh Ulya/Ekspresi.

Kantin Kejujuran Mahasiswa PGSD yang merupakan kantin sementara karena mereka merasa kejauhan jika harus ke kantin FIP yang berada di gedung IKA.
Foto oleh Ulya/EKSPRESI.
Khulwatun ‘Ulya Imaniah
Editor: Belva Ramadania
Leave a Reply