magang.ekspresionline.com–Pemanfaatan teknologi digital berupa AI (Artificial Intelligence) dalam dunia pendidikan semakin masif dilakukan. Hal ini tercermin dari pemanfaatan ChatGPT di kalangan mahasiswa dalam mengakses informasi. ChatGPT merupakan perkembangan teknologi berbasis AI kemudahan yang ditawarkan yakni pencarian sumber informasi dengan mudah, layanan yang gratis, serta dapat diakses kapan saja. Cara kerja ChatGPT melalui percakapan teks ataupun suara, hal ini mendorong penggunaan tinggi dari kalangan mahasiswa sebab kemudahan materi yang disampaikan.
Lewat penggunaan ChatGPT mahasiswa tidak lagi bergantung dengan penjelasan dari dosen ataupun mengulik sumber informasi dari bacaan buku dan jurnal yang memakan waktu lama. Terkadang sumber informasi yang dicari tidak dapat ditemukan sehingga perlu membaca kembali, hal ini tentu memakan waktu lama. Dengan ChatGPT kita dapat langsung mencari serta mengakses sumber informasi menggunakan kata kunci.
Namun sayangnya, penggunaan ChatGPT sebagai sumber informasi mahasiswa menyebabkan ketergantungan. Mengutip artikel dari pak.feb.unesa.ac.id dengan judul “Bahaya Penggunaan ChatGPT Untuk Mahasiswa: Apa yang Perlu Anda Ketahui” menyebutkan penggunaan ChatGPT menurunkan daya kritis pemikiran mahasiswa. Hal ini disebabkan rasa malas yang muncul akibat menerima informasi tanpa memverifikasi kembali kebenaran yang ada.
Penurunan daya kritis pemikiran mahasiswa menyebabkan mereka menjadi pasif saat terjadi interaksi di kelas berupa kegiatan diskusi. Diskusi yang dimaksud yakni kegiatan presentasi, pemaparan materi yang disampaikan mahasiswa diharapkan mampu mendapat umpan balik lewat pertanyaan sebagai tanggapan tidak paham, kurang setuju, ataupun sependapat. Namun, berdasarkan pengalaman dari rekan mahasiswa FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan), FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Universitas Negeri Yogyakarta nyatanya kegiatan presentasi sebagai ruang diskusi tidak berjalan maksimal. Pemaparan materi di depan kelas yang disampaikan rekan mahasiswa tidak diperhatikan sama sekali, namun saat sesi bertanya semua aktif mengangkat tangan.
Permasalahan utama terletak pada pertanyaan yang dilontarkan sering kali tidak sesuai dengan materi, gaya bahasa yang sulit dipahami, serta pertanyaan langsung tanpa penjelasan bagian apa yang tidak dipahami. Hal ini tentu menyulitkan pemateri dalam menjawab sebab tidak ada kejelasan soal materi apa yang dibahas dengan pertanyaan yang dilontarkan. Sehingga diskusi kritis yang diharapkan tidak berjalan maksimal. Presentasi hanya sekedar bertanya dan menjawab tanpa mengerti maksud yang ada.
Diskusi yang diharapkan mahasiswa dalam kegiatan presentasi adanya pertukaran pemikiran baik dari mereka yang bertanya ataupun yang menjawab. Saling sambung pendapat baik karena setuju ataupun kurang setuju menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan nalarnya untuk berpikir.
Pertentangan Penggunaan ChatGPT dalam ruang diskusi di kelas mendorong sikap pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Sebagian menyetujui penggunaan ChatGPT dalam forum diskusi hanya sebatas pada penjelasan ulang dari materi yang disampaikan, sedangkan sebagian berpendapat forum diskusi kelas tidak perlu menggunakan ChatGPT sebab namanya diskusi yang diandalkan adalah pemikiran kritis mahasiswa bukan ChatGPT.
Lantas bagaimana diskusi yang baik berjalan di ruang kelas dari sudut pandang pro dan kontra mahasiswa?
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa rekan mahasiswa terkait penggunaan ChatGPT dalam diskusi kelas hasil akhir menunjukkan pendapat yang seimbang antar mahasiswa yang kontra dan pro. Mahasiswa yang kontra terhadap penggunaan ChatGPT dalam diskusi kelas merasa hal tersebut perlu dilaksanakan. Diskusi yang baik menghasilkan pemikiran kritis terhadap materi yang disampaikan. Kelas sebagai ruang diskusi berfungsi menampung pendapat mahasiswanya baik benar ataupun salah. Setiap orang memiliki pendapat masing-masing yang perlu untuk disampaikan dalam diskusi. Penggunaan ChatGPT mendorong kekhawatiran berkurangnya pemikiran kritis mahasiswa.
Soal benar ataupun salah pendapat yang disampaikan dapat dikonfirmasi atau dijelaskan kembali oleh dosen. Inilah fungsi penting dari diskusi untuk sama-sama menggunakan pemikiran dalam mengkritisi materi.
Sementara mahasiswa yang pro menyatakan penggunaan ChatGPT dalam diskusi kelas sah-sah saja dengan syarat perlu dikembangkan kembali informasi yang diberikan. Artinya, mahasiswa tidak hanya asal menerima namun mengembangkan kembali sesuai dengan pemahamannya. Dengan begitu ChatGPT dalam ruang diskusi menghindari penjiplakan informasi.
Dalam pandangan mahasiswa yang pro tindakan tersebut masih dalam batas kewajaran. Mengakses ChatGPT untuk menjelaskan materi dilakukan sebagai upaya memahami materi yang kurang dapat mereka mengerti. Dalam kegiatan presentasi terkadang penjelasan pemateri sulit dimengerti sekalipun dosen menanggapi untuk diperjelas. Lewat ChatGPT membantu mahasiswa merangkum informasi dan mendapatkan inti materi.
Penggunaan ChatGPT dalam diskusi kelas menarik rasa kekhawatiran sebagian mahasiswa, namun sebagian mahasiswa lain merasa tidak ada yang perlu untuk dikhawatirkan. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi menuntut mahasiswa untuk mampu beradaptasi. Adaptasi yang dilakukan dapat terlihat pada penggunaan teknologi AI berupa ChatGPT yang dimanfaatkan untuk mencari sumber informasi, menjelaskan materi, serta melatih pemahaman. Namun, adaptasi penggunaan ChatGPT perlu menerapkan batasan seperti memverifikasi kembali kebenaran informasi yang disampaikan, berpikir kritis kembali terhadap pendapat yang disampaikan merupakan cara sederhana penggunaan ChatGPT dalam batas kewajaran.
Aini Anisa Amin
Editor: Khulwatun ‘Ulya Imaniah

Leave a Reply