magang.ekspresionline.com–UNY mengaku bahwa dirinya adalah salah satu kampus yang berbasis internasional class yang sangat inklusif bagi mahasiswanya. selain itu UNY juga mengusung konsep kampus pendidikan terbaik di Yogyakarta yang inklusif.
Namun, ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada di lapangan. Inklusif yang digembor-gemborkan hanyalah sebuah cara dari sistem marketing oleh pihak birokrat agar banyak mahasiswa yang mendaftar di UNY dan meraup banyak keuntungan.
Saya telah melakukan wawancara dengan salah satu teman disabilitas di Fakultas Ilmu Pendidikan yang memiliki kebutuhan khusus sebagai penyandang tunanetra. “Saya juga kayak tertawa dalam hati mendengar kata-kata itu karena pada kenyataannya kampusnya itu sama aja. Bahkan kampus-kampus lain yang gak mengklaim diri mereka inklusif itu malahan lebih inklusif,” Jelasnya saat saya menanyakan perihal infrastruktur.
Bahkan mereka yang seharusnya mendapatkan fasilitas dan prasarana yang menunjang dalam kegiatan belajar mengajar justru tudak mendapatkan hak-haknya dalam kebutuhan yang sangat mendasar itu.
Sebelum kita menjelaskan lebih jauh, di UNY terdapat sebuah lembaga yang menaungi para mahasiswa difabel yaitu PLD (Pusat Layanan Disabilitas). lembaga tersebut memiliki visi, yaitu “Menjadi pusat layanan yang humanis dalam memfasilitasi disabilitas untuk mendapatkan pendidikan tinggi di UNY yang menegakkan kampus inklusif.”
Apakah visi tersebut sudah terlaksana dengan sepenuhnya?
Menurut saya pribadi, visi tersebut hanya formalitas belaka untuk sistem birokrasi agar UNY tampak setara dengan kampus lainnya secara administratif.
Jika kita membahas secara data, adakah sebuah data mahasiswa se-simpel di web PLD itu mereka menyandang apa saja, yang saya temui hanyalah visi, misi, berita dan struktur pengurus, dan yang lebih parah mereka tidak ada narahubung yang dapat dihubungi. sangat miris sekali.
Dibayangkan saja, saya tidak sanggup dengan fasilitas yang ada di web tersebut karena sama sekali tidak menunjang. Saat saya berbincang dengan mahasiswa tunanetra tersebut, dia bercerita bahwa ada kakak tingkat yang beda fakultas. mereka menyampaikan sebuah keluhan yang di mana mereka tidak mendapatkan sebuah respon yang tidak sesuai dengan harapan mereka.
Saya berasal dari Fakultas Ilmu Iosial dan Ilmu Politik (FISIP). saya merasa di sana sangat tidak inklusif, kenapa? karena tidak ada lift untuk menunjang mahasiswa difabel naik ke lantai 2. bayangkan saja bagaimana susahnya menaiki tangga dari lantai 1 ke lantai 2.
Guiding block adalah sebuah bentuk kecil kita membantu mahasiswa tunanetra dalam membantu mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lainya. Namun di FISIP sendiri, terutama di lantai 2, tidak mungkin kalian temui Guiding block tersebut.
Jangan jauh-jauh ke seberang fakultas, di fakultas mereka sendiri pun yang notabenennya terdapat jurusan Pendidikan Luar Biasa dan juga ada teman-teman kita yang membutuhkan perhatian lebih, tak ada Guiding block ke arah toilet.
Bagaimana mereka selama ini saat ingin pergi ke toilet sendirian? Secara tidak langsung, harus ada teman yang membantu penyandang tunanetra ke toilet. sejenak kita berpikir kembali, apakah UNY sudah layak dijuluki kampus inklusif.
UNY seharusnya menjadi tempat belajar yang efektif, dimana kita semua setara dalam menuntut ilmu dan saya menanyakan tentang keluhan dia selama menuntut Ilmu di Universitas tercinta ini
Lalu dia menjawab seperti ini “ya, di situ tuh saya terkendalanya disitu mas, soalnya setiap website, situs yang membuat artikel-artikel jurnal gitu Banyakannya itu tidak ada akses dengan pembaca layar yang saya gunakan Jadi saya sering bingung untuk referensi itu, cara meng aksesnya gimana, terus ngolahnya gimana, memang gak ada akses gitu. Terus di kampus pun, kita kan pakai BESMART, pakai SIAKAD.”Pakai macam-macam lah fasilitas elektronik kampus itu. Nah, itu juga banyak juga yang gak akses, kayak BESMART itu sama sekali saya gak bisa nge akses sendiri Gimana buka pertanyaannya,
Dan dia pun menjelaskan perihal SIAKAD yang tidak bisa diakses oleh teman-teman tunanetra karena tidak ada fitur yang membantu untuk membacakannya dan terutama pada ponsel genggam dan juga fitur fitur yang ada di SIAKAD pun tidak bisa diakses, Lantas apakah ada solusi dari masalah administrasi ini?.
Dengan begitu, tak adil bagi mereka jika dengan sistem kelas inklusif yang ada saat ini mereka hanya mementingkan sebuah julukan Kampus inklusif daripada bantuan nyata bagi teman-teman kita. dan hingga tulisan ini dibuat tidak ada tindakan untuk membantu teman-teman penyandang tunanetra.
Saya juga bertanya kepadanya tentang bagaimana cara berkunjung ke Fakultas lain.? Dan dia menjawab sangat susah karena desain bangunan yang digunakan pada bangunan UNY tidak mendukung para tunanetra karena, mereka selain menggunakan Guiding block untuk menunjuk arah mereka juga menggunakan tembok untuk penunjuk arah.
Sampai kapan UNY ngaku-ngaku kelas inklusif, sementara data yang ada di lapangan seperti ini, tidak ada inklusi-inklusinya sama sekali, kalau menurut saya pribadi lebih baik tidak usah memakai embel-embel inklusif jika pada kenyataanya hanya menyusahkan teman-teman kita yang sudah menaruh kepercayaan besar pada kampus ini.
Saat tulisan ini diketik, UNY sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan, daripada membangun hal hal baru tidakkah sebaiknya para birokrat yang menjabat lebih mementingkan mereka yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh meskipun mereka memiliki beberapa kekurangan.
Selama ini mereka hanya diam dan dipaksa untuk beradaptasi dengan realita yang ada tanpa adanya sebuah pembenahan. padahal mereka juga manusia, sama-sama masyarakat Indonesia yang memiliki hak atas belajar dengan nyaman dan mendapat dukungan yang layak, mari kita melawan para pihak birokrat yang tidak mendukung teman teman kita yang memiliki kebutuhan khusus.
Muhammad Evan Tegar Saputra
Editor: Daisyi Nuroni Zahiroh

Leave a Reply