magang.ekspresionline.com–Pasca transformasi menjadi PTN-BH pada 20 Oktober 2022, Universitas Negeri Yogyakarta melalui Peraturan Rektor UNY Nomor 6 Tahun 2023 mengeluarkan kebijakan baru, yaitu Penghargaan Ekstrakurikuler Mahasiswa (PEM).
PEM UNY diberlakukan terhadap mahasiswa sarjana dan sarjana terapan UNY Tahun Akademik 2023/2024 dengan harapan menciptakan sumber daya manusia unggul yang memiiki capaian hard skill dan soft skill yang baik dan seimbang.
Kategori kegiatan yang dapat dikonversikan menjadi PEM mencakup kompetensi, wirausaha, organisasi, kepemimpinan, minat dan bakat, pengabdian kepada masyarakat, dan internasionalisasi/konferensi. Berdasarkan Peraturan Rektor yang dikeluarkan, mahasiswa Tahun Akademik 2023/2024 minimal mengikuti 2 kegiatan dari 2 kategori yang berbeda.
Mahasiswa wajib mengunggah hasil kegiatannya ke sistem presma.uny.ac.id dengan masa berlaku penginputan kegiatan selama 1 tahun setelah pelaksanaan kegiatan. Mahasiswa baru harus mencapai Indeks Prestasi PEM UNY minimal 2,75 per-semester, jika tidak tercapai maka dapat dipenuhi pada semester berikutnya. Total kredit yang harus dicapai mahasiswa selama masa studi adalah minimal 80 kredit.
Dalam rangka mewujudkan pendidikan inklusif, Universitas Negeri Yogyakarta melalui Buku Panduan PEM dalam Prosedur Penilaian Indeks Prestasi poin ke- 5 menyatakan, “Bagi mahasiswa dengan keterbatasan tertentu sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti PEM UNY, Tim Kemahasiswaan akan membentuk tim riviu internal dengan melibatkan pengurus departemen.”
Pelaksanaan Belum Matang
Kendati terdapat aturan yang menyebutkan bahwa terdapat mekanisme yang berbeda terhadap mahasiswa dengan keterbatasan. Hingga saat ini belum ada petunjuk yang jelas mengenai siapa yang tergolong mahasiwa dengan keterbatasan dan seperti apa teknis pelaksanaannya.
Pujianto selaku Staff Kemahasiswaan sekaligus Ketua TIM PEM UNY 2023 ketika diwawancarai oleh Tuts Kampus mengenai mekanisme Kebijakan PEM terhadap Mahasiswa dengan keterbatasan menyatakan bahwa mekanisme Kebijakan PEM terhadap mahasiswa dengan keterbatasan tersebut sedang dibahas secara teknis dan menunggu arahan pimpinan.
“Kebijakan khusus untuk mahasiswa berkebutuhan khusus sedang kami bahas teknis nya, nanti kami kabari jika sudah ada arahan pimpinan, dan ini juga berlaku bagi mahasiwa RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau).” Ungkap Pujianto pada Kamis (9/11).
Pujianto menambahkan bahwa pelaksanaan PEM akan terus dikembangkan sesuai dengan keadaan di lapangan dan jika pelakasnaan Kebijakan PEM berhasil, maka tak dipungkiri bahwa nantinya Kebijakan PEM menjadi syarat yudisium.
“Karena peraturan PEM akan selalu kita sesuaikan dengan perkembangan di lapangan nggih, menyesuaikan. Bisa jadi syarat kelulusan bisa bertambah jika PEM ini sukses.” Ujar Pujianto.
Mahasiswi inisial V dengan keterbatasan tunarungu menyatakan bahwa ia belum mendengar mengenai adanya tim riviu terhadap mahasiswa dengan keterbatasan, “Aku belum tau ada informasi mengenai hal ini.” Ujar V saat berbincang dengan Tuts Kampus pada Rabu (8/11).
Fasilitas Belum Mengakomodasi
V merasa bingung ketika Tuts Kampus bertanya kepadanya mengenai akomodasi fasilitas yang tersedia dalam pelaksanaan Kebijakan PEM terhadap mahasiswa dengan keterbatasan. Ia mengatakan bahwa tidak sepenuhnya tahu, karena ia merasa pada umumnya mahasiswa lebih cenderung diam mengenai fasilitas dan pelayanan.
“Ngga tau, karena banyak yang ngga ngomong dengan jujur kalau ada kekurangan, karena rata – rata mahasiswa disabilitas cuman sedikit”
V memiliki minat dan bakat dibidang melukis dan fotografi, namun ia tak sempat mendaftar salah satu UKM yang bergerak dalam bidang fotografi karena pendaftarannya telah ditutup. V sempat bingung ketika hendak mengikuti salah satu kegiatan. Ia mengatakan bahwa beberapa kegiatan terlihat belum mendukung keterbatasannya
“Kalau saya kan ngga bisa denger, saya agak bingung pilih UKM apa yang cocok sama saya, misalnya ada yang mendampingi gitu, jadi awalnya bingung mau ikut UKM apa. Kalau olahraga ngga mungkin buat aku yang begini karena kalau olahraga ada suara peluit dan hitungan. Kalau UKM lain aku gak berani ambil karena takut ngga ada pendampingan.” Jelas V.
Saat ini V bergabung dengan UKM Kopma, karena ia menilai kegiatan Kopma tidak terlalu memakan banyak waktu dan dapat menerima mahasiswa dengan keterbatasan. “Sekarang aku ikut Kopma, sebelumnya aku sempet nanya adminnya. Apakah menerima mahasiswa tunarungu ? dan kata adminnya bisa. Jadi sekarang aku ikut Kopma.” Ujar V.
Saat berbincang dengan V, ia ditemani oleh H seorang mahasiswi Prodi Pendidikan Luar Biasa yang merupakan teman dekat dari V. H mengatakan untuk saat ini fasilitas yang diberikan oleh kampus belum sepenuhnya dapat mengakomodasi mahasiswa dengan keterbatasan. Ia melihat permasalahan ini dari minimnya pendampingan dan layanan yang diberikan.
“Menurutku sih belum ya (fasilitas belum mengakomodasi). Kayak misalkan ada mahasiswa yang ngga bisa denger tapi dia pengen belajar musik. Mungkin di kampus belum tersedia layanan seperti itu.”
Sedangkan Firman mahasiswa dengan keterbatasan tunanetra menganggap fasilitas untuk mengakomodasi mahasiswa dengan keterbatasan sudah cukup dalam lingkup Prodi Pendidikan Luar Biasa. Namun ia memiliki anggapan bahwa fasilitas dalam skala universitas belum sepenuhnya mengakomodasi mahasiswa dengan keterbatasan.
“Menurutku, karena aku belum pernah ikut UKM ya, mungkin kalau yang dari organisasi HIMA PLB kalau ada kegiatan gitu, udah mengakomodasi. Secara PLB sudah paham ada yang dibutuhkan, tapi nek dari fakultas sama univ ya, mungkin belum. Soalnya tak lihat – lihat juga kating sebelumnya jarang yang ikut UKM.” Ujar Firman pada (9/11).
Pada saat perbincangan dengan Tuts Kampus, Firman mengatakan bahwa sebelumnya ia berniat mengikuti UKM Madawirna. Namun ia tidak jadi mengikutinya, dan UKM yang saat ini diikuti adalah UKMF Camp dan Kopma. “Kalau rencanaku dulu mau ikut madawirna, kayak mapala itu. Tapi ngga tau ini jadi apa ngga. Tapi rencana yang udah pasti ikut UKMF Camp, terus KOPMA, udah sih itu aja rencanaku.”
Terasa Memberatkan
Kebijakan PEM mengharuskan mahasiswa memilih 2 kegiatan dari 2 kategori yang berbeda. V menilai hal tersebut merupakan hal yang cukup memberatkan. Ia takut tidak bisa membagi waktu dengan baik dalam melaksanakan kegiatan di UKM yang diikuti.
“Iya, takut ngga bisa bagi waktunya dan nabrak dengan jadwal kelas, takut ngga sempet ngerjain tugas kuliah saking banyaknya kegiatan di luar. Kalau tugasnya banyak ngerjainnya kapan ?” Ujar V ketika berbincang dengan Tuts Kampus.
Sedangkan Firman memiliki perspektif tersendiri dalam melihat hal tersebut. Ia mengatakan bahwa jika dilihat dari tujuannya, maka Kebijakan PEM akan bernilai baik bagi mahasiswa. Namun ia merasa terberatkan karena terkesan dituntut harus mengikuti suatu kegiatan dan memiliki kendala dalam transportasi serta waktu.
“Wajib poin PEM ini kan baik juga buat disiplin terus buat kita manajemen waktu, tapi dari aku sendiri ya, jujur lumayan memberatkan karrna kita dituntut untuk ikut ini itu. Jadi kalo memberatkan menurut aku itu di masalah transportasi dan waktu gitu, dan berat dipikiran sih, kepikiran gak bisa ngejar point PEM nya sih, begitu sih menurutku.” Ujar Firman.
Firman menambahkan ia juga merasa terberatkan jika harus mengejar suatu target tertentu. “Yang memberatkan lagi untuk aku, aku kan orangnya ngga cenderung aktif banget di dalem yang begitu – gitu. Ikut kegiatan seneng, tapi ngga yang harus sampe ngejar gini harus ditargetin gini.”
Penulis : Ivan Anwar
Editor : Antasya Mahaditya Islami