magang.ekspresionline.com-Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) merupakan salah satu kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem. Salah satu program dari kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka adalah Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi. Program tersebut merupakan amanah dari berbagai regulasi atau landasan hukum pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan pendidikan tinggi.
Di UNY sendiri, kebijakan MBKM khususnya program pengambilan mata kuliah lintas prodi cukup banyak menuai perdebatan di kalangan mahasiswa maupun dosennya. Dikutip dari Peraturan Rektor No 5 Tahun 2020 Pasal 23, salah satunya disebutkan bahwa baik universitas, fakultas, maupun program studi memiliki tugas untuk ‘menjembatani’ mahasiswa agar dapat mengambil mata kuliah yang ada di berbagai program studi di UNY. Namun apakah realita yang dihadapi telah sesuai dengan apa yang tertulis dalam pasal-pasal tersebut? Apakah mata kuliah yang ditawarkan dalam program MBKM tersebut telah sesuai dengan kebutuhan dan minat mahasiswa? Atau justru mahasiswa belum tahu-menahu mengenai kebijakan Kemdikbud yang satu ini?
Melalui pokok masalah di atas, Tim Litbang Magang Cermin Rakyat yang berada dibawah naungan LPM Ekspresi mencoba untuk menghimpun pemahaman mahasiswa di UNY terkait MBKM dalam bentuk jajak pendapat.
Jajak pendapat ini dilakukan mulai tanggal 9 – 12 Februari 2023 dan dapat menghimpun 100 responden. Penyebaran responden pada setiap angkatan yaitu angkatan 2022 sebanyak 16%, angkatan 2021 sebanyak 69%, angkatan 2020 sebanyak 14%, dan sisanya angkatan 2018 sebanyak 1%. Instrumen yang kami gunakan adalah kuisioner online dengan metode random sampling serta dihitung menggunakan rumus slovin dengan sampling error sebanyak 10%.
Urgensi Program Pengambilan Mata Kuliah Lintas Prodi MBKM di UNY
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa kebijakan program pengambilan mata kuliah lintas prodi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan lulusan pendidikan tinggi. Menurut salah satu responden, MBKM dinilai justru mempersulit mahasiswa dalam kegiatan perkuliahannya. “Menurut saya program ini terlalu ribet, dari UNY sendiri masih kekurangan tenaga kerja untuk mata kuliah MBKM itu sendiri, dan kebanyakan mahasiswa tidak sesuai dengan minatnya.”
Beberapa mahasiswa mengeluhkan pengambilan beberapa mata kuliah di luar program studi mereka merupakan keterpaksaan karena harus memenuhi SKS sesuai yang terdapat dalam pola sebaran mata kuliah masing-masing program studi. Seringkali mahasiswa kehabisan kuota untuk mata kuliah yang sebenarnya mereka minati, sehingga terpaksa harus mengambil mata kuliah yang tersisa di KRS. Dan tentu saja, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mengambil mata kuliah tersebut. Padahal seharusnya program studi bertanggungjawab untuk hal-hal semacam ini, namun lagi-lagi semua masalah kembali pada ketidaksiapan universitas dalam menghadapi kebijakan MBKM tersebut.
“Saya cukup kecewa dengan penerapan kebijakan MBKM yang di terapkan di UNY karna saya seperti dipaksa untuk mengambil mata kuliah yang tidak ada hubunganya dengan prodi saya, kalaupun ada hubungannya, kemungkinan mendapatkan mata kuliah tersebut sangat kecil. Karena banyak mahasiswa yang berebut untuk mendapatkan mata kuliah tersebut. mata kuliah lain rata rata tidak menjadi solusi karena sangat jauh dari bidang peminatan di prodi atau bahkan mata kuliah yang sangat tidak disukai lalu terpaksa mengambil. Belum lagi tidak ada penjelasan di awal mengenai mata kuliah yang akan membahas apa saja,” tegas salah seorang responden.
Sosialisasi Terhadap Program MBKM di UNY
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan program baru di universitas, sosialisasi seharusnya dapat lebih digiatkan secara masif kepada seluruh mahasiswa maupun dosen. Bukan tanpa alasan, adanya sosialisasi menjadi begitu penting guna menekankan pemahaman setiap orang terhadap program itu sendiri. Sehingga, kejadian seperti yang dialami UNY sekarang dapat diminimalisir jumlahnya.
Setelah melakukan survei kepada 100 mahasiswa UNY, tim litbang memperoleh hasil yakni sebanyak 55% telah menerima sosialisasi terkait dengan program MBKM di UNY dan 45% sisanya menjawab belum pernah menerima sosialisasi. Dari diagram berikut dapat disimpulkan bahwa rata-rata mahasiswa UNY telah memahami skema pelaksanaan program pengambilan mata kuliah lintas prodi ini. Namun, tak sedikit juga yang merasa kesulitan ketika hendak mengambil mata kuliah MBKM karena tidak pernah mendapat sosialisasi sebelumnya. Sehingga, pelaksanaan sosialisasi dapat dikatakan belum maksimal secara keseluruhan.

Kesesuaian Antara Minat dengan Mata Kuliah yang Ditawarkan
Selain karena sosialisasi yang ternyata belum merata, masalah lain terkait mata kuliah MBKM ini adalah tentang kesesuaian antara minat mahasiswa dengan mata kuliah yang ditawarkan. Banyak mahasiswa menganggap sebaran mata kuliah MBKM di beberapa program studi tidak merata. Ditambah lagi jumlah kuota yang terbatas, sehingga sering terjadi “war” KRS demi mendapatkan kursi di mata kuliah yang mereka inginkan.
Melalui survei ini, kami mendapatkan sebanyak 55,8% mahasiswa tidak mendapatkan mata kuliah MBKM sesuai minat mereka. Sementara 44,2% sisanya menjawab sesuai minat mereka. Ini artinya, pelaksanaan program MBKM di UNY perlu ditanggapi secara serius. Mahasiswa sangat menyayangkan apabila mata kuliah yang seharusnya dapat memberikan insight baru bagi mereka justru malah menjadi jurang yang menjatuhkan nilai-nilai mereka sebelumnya.

Kebermanfaatan Program Bagi Mahasiswa UNY
Tentu saja, setelah melewati pokok bahasan masalah yang panjang, pada akhirnya hal ini akan merujuk pada satu akar, yakni seberapa bermanfaatkah program ini bagi para mahasiswa sendiri? Dengan sistem, dan pihak-pihak yang dianggap belum memiliki kesiapan dalam pelaksanaan program, apakah pada akhirnya mata kuliah MBKM ini memberikan manfaat yang seimbang dengan pemahaman yang mahasiswa peroleh?
Berdasarkan survei yang telah dilakukan, ternyata 3 pertanyaan yang menyangkut kebermanfaatan program ini banyak yang memilih jawaban ‘netral’, yang artinya kemungkinan mahasiswa belum sepenuhnya memahami mata kuliah yang mereka dapatkan. Sebab, jawaban sebenarnya dapat lebih relatif dan beragam. Bisa jadi mata kuliah tersebut menjadi hobi dan pengetahuan yang benar-benar baru bagi mereka namun tidak menunjang kebutuhan akan program studi mereka saat ini. Atau sebaliknya, mata kuliah tersebut bisa saja menunjang kebutuhan program studi mereka namun mahasiswa belum siap menerima materi-materi tersebut.

Pada diagram di atas, diperoleh sebanyak 47% jumlah mahasiswa dari 100 responden menjawab netral, 32% menjawab bahwa MBKM membantu mereka dalam hal akademik, 13% menjawab tidak membantu, 7% menjawab sangat membantu, dan sisanya menjawab sangat tidak membantu.

Sama seperti sebelumnya, mayoritas responden pada diagram di atas menjawab netral untuk pertanyaan tersebut. Dan hanya sebanyak 6% yang menjawab bahwa mata kuliah MBKM sangat tidak menunjang mata kuliah wajib di program studi mahasiswa saat ini

Sebanyak 47% dari 100 responden menjawab bahwa mata kuliah MBKM di UNY bermanfaat bagi mahasiswa. Lagi-lagi, jawaban ini dapat bersifat relatif dan beragam tergantung bagaimana tiap individu dalam menginterpretasikannya. Namun, kami akhirnya menyimpulkan, permasalahan terkait program ini perlu dibahas kembali sebagai bahan evaluasi agar di tahun-tahun berikutnya pelaksanaan program dapat berjalan lebih baik lagi.
Ada baiknya, segala sesuatu terkait pelaksanaan sebuah program dipersiapkan secara matang terlebih dahulu, baik itu dari sistem, dosen, maupun diri kita sendiri sebagai mahasiswa. Selain karena mempertimbangkan kebermanfaatan, sangat disayangkan jika pelaksanaan program yang sudah disusun sebaik mungkin oleh pemerintah tidak berjalan secara maksimal.
Tim Polling
Editor: Nur Haliza