Identitas Film
Judul: The Great Gatsby
Sutradara: Baz Luhrmann
Penulis Naskah: Baz Luhrmann, Craig Pearce, dan F. Scott Fitzgerald
Pemeran: Leonardo DiCaprio, Tobey Maguire, Carey Mulligan, Joel Edgerton, dan Isla Fisher
Diadaptasi dari: The Great Gatsby oleh F. Scott Fitzgerald
Tanggal Rilis: 17 Mei 2013 (Indonesia)
Genre: Drama
Bahasa: Inggris
Durasi: 2 Jam 22 Menit
Distributor: Warner Bros. Pictures
Spoiler Alert!!
magang.ekspresionline.com–Bagi sebagian orang, American Dream menjadi salah satu jawaban dari mimpi mereka. Istilah American Dream mungkin terkesan asing bagi beberapa orang. Menurut study.com, American Dream merupakan suatu gagasan bahwa semua orang dapat menemukan kesuksesan di Amerika Serikat dengan kerja keras tanpa memandang status sosial. Hal ini diperlihatkan dalam film “The Great Gatsby” karya Baz Luhrmann.
“The Great Gatsby” menceritakan tentang kisah Nick Carraway (Tobey Maguire), seorang pemuda asal Midwest yang datang ke New York untuk mencari American Dream versi dirinya. Nick menyewa rumah kecil di sebelah kastil milik Jay Gatsby (Leonardo DiCaprio) yang terletak di seberang rumah sepupunya yang bernama Daisy (Carey Mulligan) dan suami Daisy yang bernama Tom Buchanan (Joel Edgerton). Nick menjadi saksi ilusi, kisah cinta, tragedi, dan hubungan rumit antara Daisy, Gatsby, dan Tom.
Diadaptasi dari novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald, film “The Great Gatsby” menyajikan gambaran tentang American Dream dan penyimpangannya pada tahun 1922. Menurut saya, penyimpangan yang ada dalam “The Great Gatsby” berupa American Dream yang rusak, moral yang terabaikan, materialisme, dan hedonisme yang berlebihan.
Tantangan terhadap American Dream
Sosok Jay Gatsby merupakan simbol dari American Dream itu sendiri. Gatsby yang berasal dari keluarga petani miskin mampu membuktikan bahwa dia berhasil menjadi seorang yang sukses. Dalam posisi inilah, Gatsby telah mencapai American Dream. Perjuangan Gatsby untuk menjadi kaya raya merupakan suatu tanda bahwa semua orang dapat mencapai impiannya masing-masing.
Akan tetapi, American Dream pada tahun 1920-an bukanlah seperti yang seharusnya. Meski beberapa orang berkata bahwa sosok Gatsby merupakan bentuk sempurna dari seseorang yang telah mencapai American Dream, menurut saya, karakter Gatsby di sini telah menyimpang. Gatsby digambarkan sebagai sosok yang kurang bahagia dengan hartanya. Ya, benar, kebahagiaan sejati belum pernah didapatkan olehnya. Hanya satu hal yang dapat membuat dia merasa bahagia, yaitu cinta dari Daisy yang sangat sulit untuk dia dapatkan.
Jika kita menyimak dengan teliti tentang bagaimana Gatsby menjadi kaya raya, kita akan mengetahui bahwa Gatsby menjadi kaya dengan bisnis ilegal. Bisnis ilegal di Amerika Serikat tentu menjadi suatu masalah bagi masyarakat dan pemerintah di Amerika Serikat.
Hal inilah yang ingin diperlihatkan oleh Baz Luhrmann dan F. Scott Fitzgerald di dalam film maupun novel. Mereka ingin memperlihatkan kepada masyarakat bahwa terdapat sisi lain dari American Dream pada tahun 1920-an. Suatu impian yang menekankan kerja keras dan ekualitas ternyata dimaknai berbeda oleh Gatsby yang mewujudkannya dengan cara yang kotor.
Selain itu, fakta bahwa Gatsby mengubah nama dan menutupi masa lalunya dari khalayak umum adalah suatu omong kosong dari aspek ekuitas dalam American Dream. Hal ini karena kebanyakan orang sukses di Amerika Serikat pada waktu itu sering memandang masa lalu orang lain yang menjadi sukses. Film ini menjadi suatu gambaran, sindiran, dan tantangan terhadap sisi lain American Dream yang tidak diketahui banyak orang.
Lunturnya Aturan dan Nilai Moral Masyarakat
Selain American Dream yang menyimpang, film “The Great Gatsby” di sisi lain juga memperlihatkan tentang bagaimana nilai moral di Amerika Serikat luntur. Sebagai adaptasi dari novelnya, film “The Great Gatsby” menampilkan kelunturan nilai moral dikemas dengan tone yang terkesan menyenangkan.
Kalau kamu berpikir bahwa minuman beralkohol merupakan suatu budaya atau kebiasaan masyarakat di film “The Great Gatsby”, maka anggapanmu salah. Minuman beralkohol adalah suatu produk ilegal di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Hal ini didukung dengan adanya the Volstead Act tentang pelarangan peredaran minuman beralkohol di Amerika Serikat pada tahun 1920 sampai 1933.
Keberadaan minuman beralkohol di dalam film menunjukkan rapuhnya aturan dari pemerintah pada waktu itu. Bahkan harga minuman beralkohol menjadi murah. Keadaan ini diperparah dengan adanya penyelundupan minuman keras pada saat itu.
Selain alkohol, perselingkuhan di dalam film juga menjadi tanda bahwa masyarakat sudah tidak lagi menjunjung tinggi nilai moral yang ada. Meskipun tokoh Tom dan Gatsby sudah menjadi seseorang yang sukses dengan hartanya, mereka tidak pernah merasa puas akan cinta. Hal inilah yang mendorong mereka untuk melakukan perselingkuhan.
Unsur materialisme dan hedonisme juga tergambarkan oleh sosok Gatsby yang menggelar pesta setiap minggu bagi semua orang tanpa undangan. Semua itu Gatsby lakukan hanya untuk ego dan impiannya sendiri.
Kelebihan dan Kekurangan
Sekali lagi, Baz Luhrmann menyajikan tindakan tidak terpuji tersebut dikemas dengan tone yang romantis dan menyenangkan. Hal inilah yang saya sukai. Film ini berhasil membuat saya mampu menoleransi adegan-adegan tidak terpuji yang bertolak belakang dengan prinsip saya, seolah saya dibawa ke dalam adegan tersebut.
Penempatan simbol-simbol dalam film juga menambah keunikan tersendiri bagi penonton. Sebagai contoh, simbol mata dari Dr. T. J. Eckleburg merepresentasikan mata tuhan yang selalu mengawasi Masyarakat Amerika Serikat pada masa itu. Ada juga simbol cahaya hijau yang merepresentasikan impian dari seorang Gatsby.
Peran Nick Carraway sebagai tokoh utama sekaligus pengamat perkembangan karakter Jay Gatsby terkesan unik, karena seolah-olah film ini diangkat dari sudut pandang orang pertama yang terbatas. Artinya, penonton diajak untuk merasakan apa yang Nick rasakan.
Alur cerita yang mudah dipahami menjadi nilai plus dalam film ini. Mungkin, terdapat istilah-istilah yang kurang familiar bagi beberapa orang, seperti Wall Street dan bootlegger. Namun, menurut saya, hal tersebut tidak akan merusak pemahaman alur cerita. Kalau kamu ingin menikmati dan mendalami alur cerita, saya merekomendasikan agar kamu membaca novelnya.
Penggunaan Computer-Generated Imagery (CGI) dalam film ini cukup memanjakan mata. Dengan menggunakan green screen dan blue screen, pemandangan kota yang ramai mampu diperlihatkan tanpa mengambil latar di kota secara langsung. Sinematografi saat Gatsby memandang cahaya hijau juga terkesan menarik. Selain itu, audio dari film ini pun juga bisa dibilang sudah jelas.
Hanya saja, soundtrack film ini saya rasa kurang pas. Pada tahun 1920-an, musik dengan genre Jazz sedang dalam masa keemasannya. Namun, adegan di mana Kota New York diperlihatkan, musik yang diputar adalah Musik Hip-Hop dari Jay-Z yang berjudul “100$ Bill”. Hal ini menurut saya kurang menghidupkan suasana dengan nuansa Musik Jazz pada waktu itu. Bahkan, Musik Hip-Hop belum lahir pada tahun 1920-an.
Terlepas dari itu semua, saya mengapresiasi Baz Luhrmann yang sudah mengangkat cerita dari novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald. Mungkin bagi beberapa orang, durasi 2 jam 22 menit terlihat lama. Namun, bagi saya, itu semua akan terbayar dengan keelokan film ini. Meskipun terdapat beberapa adegan di dalam novel yang tidak diangkat di dalam film, hal tersebut tidak mengurangi rasa terkesan saya terhadap film ini.
Erwin Tri Bawono
Editor: Faradella Buraira