Magang.ekspresionline.com–“Kalau ditanya pernah ngga, ya pernah” kata Purwanto, dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta saat diminta mengungkapkan perihal transparansi nilai kepada mahasiswa (Selasa, 17 Januari 2022).
Ia berusaha menunjukan sikap keterbukaan kepada mahasiswa untuk mendapatkan kepercayaan, bahkan ia menunjukan bukti-bukti pendukung argumen dengan cukup detail berupa percakapan dalam grup whatsapp maupun personal.
Di sisi lain, masih ada mahasiswa yang mengeluhkan mengenai nilai yang dirasa tidak sesuai dengan kinerja mahasiswa selama proses perkuliahan. “Banyak, katakanlah… Pak, saya kok merasa nilai saya lebih rendah daripada rekan saya, padahal dari sudut pandang saya rekan saya lebih males” tutur mahasiswa tersebut.
Dosen memang sudah seharusnya memberikan penilaian secara terbuka untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest). Sistem tersebut seharusnya disampaikan oleh dosen pengajar pada awal perkuliahan bersamaan dengan silabus rencana pembelajaran selama satu semester sebagai bentuk transparansi sistem penilaian kepada mahasiswa. Silabus tersebut nantinya dapat dijadikan acuan apabila terdapat permasalahan dalam kontrak maupun hasil belajar mahasiswa.
Perlu diketahui bahwa dosen memiliki tiga peran dalam pemberian tugas yaitu sebagai perencana, fasilitator, dan evaluator. Sebagai perencana, dosen adalah penentu jenis tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Sebagai fasilitator, artinya dosen menjadi penentu atau penyedia sarana yang dapat memberikan sumber belajar dan menunjang mahasiswa dalam berpikir aktif dan kreatif. Terakhir, sebagai evaluator, dosen menilai tugas yang dikerjakan oleh mahasiswa.
Dalam prakteknya, masih terdapat kesalahan dalam pelaksanaan tiga peran tersebut. Contohnya, terdapat dosen yang tidak mengoreksi secara penuh tugas mahasiswa, umumnya hal tersebut terjadi pada tugas dengan jawaban deskriptif. Koreksi tugas yang tidak menyeluruh membuat mahasiswa akhirnya tidak percaya dengan hasil penilaian yang dosen berikan. Kesalahan dosen ini nantinya berujung pada ketidakpuasan mahasiswa terhadap perkuliahan yang sudah terlaksana.
Menyiasati masalah tersebut, dosen menggunakan sistem penilaian otomatis agar mahasiswa dapat langsung memperoleh hasil belajar. Metode yang paling umum digunakan adalah metode tes pilihan ganda dengan menggunakan google form. Metode tersebut dinilai cukup efektif untuk memberikan feedback kepada mahasiswa dengan cepat.
Meskipun begitu masih ada masalah lain yang muncul. Penyimpanan data nilai siswa secara digital memiliki resiko hilang atau tidak tersimpan ketika kapasitas file penuh. Apabila tidak dicadangkan maka kemungkinan solusi dari dosen adalah manipulasi data nilai. Hilangnya data nilai mahasiswa tentu merupakan hal fatal karena hasil tersebut mempengaruhi IPK mahasiswa.
“Pernah kasus kalau seperti itu, kepentok artinya, karna beliau juga manusia. Di mesin pernah ada, di elektronika juga pernah ada…” Ujar beliau saat ditanya terkait dosen yang memberikan nilai sama untuk satu kelas. Hal tersebut berakibat pada tidak percayanya mahasiswa terhadap hasil penilaian dosen dan menganggap kinerja dosen tersebut tidak maksimal.
Masalah pukul rata nilai ini seharusnya tidak terjadi apabila dosen mengikuti aturan penilaian yang sudah disetujui dalam kontrak belajar. Pemberian transparansi nilai mahasiswa merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dosen dalam bekerja.
“Kalau ada kabar yang memberi nilai satu kelas C semua atau D semua, itu satu atau dua dosen saja. Kalau ternyata kalian menemukan kasus kasus seperti itu, silahkan diskusikan dengan pembimbing akademik.” Meskipun demikian pihak dosen mengaku hampir tidak pernah memberikan nilai C atau D untuk satu kelas dan menyarankan mahasiswa untuk menghubungi pembimbing akademik apabila terdapat nilai tersebut.
Sementara itu, dosen mempunyai kewajiban untuk melakukan pertemuan dengan mahasiswanya ada batas minimal yang telah ditetapkan.” Kalo aturan enam belas, ya enam belas, kalo sampai pertemuan hanya dua atau tiga kali. Berarti kan kasus yang perlu diangkat” Katanya.
Memang berdasarkan hal yang ia sampaikan apabila hal ini di rasa menyimpang, maka mahasiswa dapat mengangkat kasus ini dari atasan dosen atau kaprodi bahkan hingga ke dekan. Apabila dari pihak mahasiswa tidak melapor maka kemungkinan besar dosen lain atau kaprodi tidak akan mengetahui masalah tersebut.
Nugroho Kalis Nur
Reporter : Rasidatur Rahmawati, Firdaus Anisa Utami
Editor : Hanna Shafira